Langsung ke konten utama

Laporan Kromatografi Lapis Tipis dan Kolom

LAPORAN
PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK I
PERCOBAAN  VIII
"KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS DAN KOLOM"


DISUSUN OLEH :
SEPRIDA ANJELINA TARIGAN
(NIM : A1C117051)
DOSEN PENGAMPU :
Dr. Drs. SYAMSURIZAL., M.Si
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2019



VIII. DATA PENGAMATAN
8.1 TLC
Sampel
Jarak pelarut
Rf sampel
A.    Buah naga

4,8
3,9
B.     Bayam
0,3
C.     Nanas
3,8
D.    Bunga kertas
2,5
E.     Semangka

4,5
3,7
F.      wortel
3,9
G.    Pepaya
3,8
H.    Kentang
0
I.       Tomat
4,7
4,1
J.       Bunga sepatu
4

8.2 Kromatografi Kolom

No
Perlakuan
Pengamatan
1
Disiapkan sampel
Digunakan sampel yang sama seperti kromatografi lapis tipis
2
Disiapkan kolom
Disumbat kolom dengan kapas, dimasukkan silika gel (fase diam) kedalam larutan n-heksan lalu dimasukkan ke dalam kolom kromatografi sambil di ketuk-ketuk agar kolom menjadi padat
3
Dimasukkan sampel
Dicampur sampel dengan silika gel sekitar 1 sudip lalu dimasukkan kedalam kolom kromatografi
4
Dialirkan kolom dengan pelarut
Untuk campuran pelarut yang digunakan itu bermacam-macam untuk setiap sampel sesuai dengan sifat dari sampel tersebut polar, semipolar atau nonpolar
5
Ditampung tetesan yang keluar dari kolom
Tetesan yang keluar di tampung kedalam botol yang berbeda-beda untuk setiap smapel yang didasarkan pada perbedaan warna yang keluar.
k

IX. PEMBAHASAN

       Kromatografi adalah salah satu teknik pemisahan dan teknik pengidentifikasian suatu sampel. Dalam laporan yang berjudul "Kromatografi Lapis Tipis dan Kolom" ini kedua jenis kromatografi ini  dilakukan dengan sampel yang sama yaitu buah naga, bayam, nanas, bunga kertas, semangka, wortel, tomat, kentang, bunga sepatu, dan pepaya. Pada kromatografi lapis tipis (TLC) digunakan plat TLC sebagai fase diam dan eluen yang digunakan n-heksana dan etil asetat dengan perbandingan 2 : 1 atau 2 mL dan 1 ml. Pada kromatografi kolom silika gel digunakan sebagai fase diamnya. Pada setiap jenis kromatografi ini prinsip kerjanya berbeda-beda (http://syamsurizal.staff.unja.ac.id/2019/04/10/325teknik-pemisahan-dengan-khromatografi/)

9.1 TLC
     Kromatografi lapis tipis (TLC) merupakan salah satu cara untuk mendeteksi suatu sampel dengan memisahkan komponen-komponen pada sampel tersebut dengan berdasarkan perbedaan kepolarannya dengan pelarut yang digunakan. Pada kromatografi ini digunakan fasa diam dan gerak, biasanya fasa diamnya berupa silika gel dan fase geraknya disesuaikan dengan sampel yang digunakan. Pada teknik ini pelarut yang digunakan dinamakan eluen dan biasanya jika kepolaran eluen dengan sampel semakin dekat maka sampelnya akan semakin mudah terbawa oleh fase geraknya atau jarak yang ditempuh sampel akan jauh dan begitu juga sebaliknya jika kepolarannya jauh maka sampel sulit terbawa bahwa bisa tidak bergerak.
     Pada percobaan TLC  ini kami menggunakan eluennya yaitu n-heksana : etil asetat dengan perbandingan 2:1 yaitu 2 mL : 1 mL dan dimasukkan eluen tersebut ke dalam chamber  . TLC yang kami gunakan 5 x 3 dan kami memberi garis untuk tempat penotolon sampel sepanjang 0,5 cm dibawah dan kamu juga memberi tanda diatas kira-kira 0,3 cm tetapi bukan garis melainkan tanda titik untuk memberi batas naiknya eluen. Pada penggunakan TLC pertama kami menotol 4 macam sampel diantaranya buah naga, bayam, Nanas, dan bunga keras dengan memberian tanda setiap sampel di TLC itu A,B,C dan D . Setelah keempat sampel di totilkan ke TLC maka kami masukkan ke dalam chamber yang sudah berisi eluen dan kami menunggu beberapa saat sampai eluen mencapai batas atas yang telah kami buat. Setelah eluen sudah mencapai tanda batas kemudian kami melihat fase gerak (noda) setiap sampel tersebut, karena nodanya tidak dapat dilihat dengan mata telanjang maka kami menggunakan sinar UV dan kami memberi tanda dari noda setiap sampel kemudian kami mengukur jarak yang ditempuh pelarut dan juga sampel. Jarak yang ditempuh pelarut 4,8 cm. Setelah jarak didapatkan maka dihitung nilai Rf setiap sampel. Untuk menghitung nilai Rf digunakan rumus berikut ini:
Rf = jarak yang ditempuh sampel
         Jarak yang ditempuh pelarut
Dengan menggunakan rumus tersebut kami dapatkan nilai Rf setiap sampelnya, yang pertama pada sampel buah naga kami mendapatkan nilai Rf nya sebesar 3,9 kemudian pada sampel bayam nilai Rf nya 0,3 dan pada sampel nanas nilai Rfnya 3,8 dan yang terakhir pada sampel bunga kertas nilai Rf nya 2,5.
     Dengan cara yang sama juga kami lakukan pada pecobaan TLC kedua dengan sampel yang berbeda. Dikarenakan didalam chamber masih terdapat sisa eluen sehingga kami menambahkan sedikit eluen lagi hingga volumenya hampir sama dengan volume awal tadi, kami menambahakan n-heksana dan etil asetat dengan perbandingan sama namun volume beda yaitu 1 mL dan 0,5 mL. Pada plat TLC kami menotol empat sampel yang lainnya yaitu sampel semangka (E), wortel (F), pepaya (G), dan Kentang (H). Kemudian kami memasukan Plat TLC tersebut ke dalam chamber dan ditunggu beberapa saat sampai eluen naik hingga tanda batas. Setelah beberapa saat kami mendapatkan jarak yang ditempuh pelarutnya itu 4,5 cm dan kami menghitung nilai Rf setiap sampel dengan menggunakan rumus yang sama. Pada sampel semangka nilai Rfnya 3,7 kemudian pada sampel wortel nilai Rfnya 3,9 dan pada pepaya nilai Rfnya 3,8 dan yang terakhir kentang nilai Rfnya 0.
     Pada percobaan TLC yang ketiga dengan sampel yang berbeda juga dilakukan langkah yang sama. Pada chamber masih tersisa sedikit elurn sehingga ditambahkan juga dengan perbandingan sama dengan volume berbeda yaitu 1 mL dan 0,5 mL. Setelah dilakukan penotolan sampel yaitu tomat (I) dan bunga kertas (J) pada plat TLC dan dimasukkan plat ke chamber, ditunggu beberapa saat hingga eluen naik hingga tanda batas. Ketika eluen sudah mencapai tanda batas maka diukur jarak yang ditempuh dan jarak yang ditempuh pada percobaan ketika in 4,7 cm, dan hal yang sama juga dilakukan yaitu menghitung nilai Rf sampelnya. Pada sampel tomat nilai Rfnya 4,1 dan sampel bunga sepatu nilai Rfnya 4.
     Semakin besar nilai Rf nya maka semakin jauh jarak yang ditempuh sampel pada plat TLC. Pada percobaan ini didapatkan nilai Rf yang berbeda-beda pada setiap sampelnya dan bahkan ada sampel yang tidak bergerak sama sekali. Nilai Rf yang besar dapat dikatakan bahwa sampel tersebut kurang polar. Jika nilai Rf yang didapatkan sama maka sampel tersebut memiliki karakteristik yang sama namun jika berbeda berarti sampel tersebut berbeda.

9.2 Kromaografi Kolom
       Kromatografi kolom adalah salah satu metode yang digunakan untuk memurnikan suatu sampel dari campuranya. Prinsip kerja dari metode kromatografi kolom ini berdasarkan perbedaan daya serap dari setiap komponen campurannya. Langkah pertama dalam melakukan kromatografi kolom ini ialah menyumbat kolom dengan menggunkan kapas, kemudian dicuci dengan n-heksana agar kotoran di kolom dan juga kapas hilang, setelah itu dimasukkan  campuran silika gel dengan n-heksana dan dipadatkan (disini kami memukul bagian bawah kolom dengan menggunakan pensil agar proses pemadatan lebih cepat). Setelah padat dan silika gelnya sudah sampai ¾ bagian kolom maka kami menambahkan sampel, sampel yang dimasukkan bukan sampel murni tetapi campuran dari silika gel sebanyak 1 sudip dan sampel sebanyak 3 tetes kemudian diaduk hingga kering. Kemudian campuran tersebut dimasukkan ke dalam kolom dan diratain.
(A) buah naga, pelarut yang digunakan yaitu n-heksana dan etil asetat dengan perbandingan 8 : 1 dengan volime 8 mL dan 1 mL, pelarut tersebut dialirkan kedalam kolom yang sudah berisi sampel buah naga tadi dan dibiarkan pelarutnya sampe turun semuanya. Pada saat pelarut sudah habis turun tapi sampel belum ada yang turun atau masih tetap diatas. Karena sampel belum ada turun maka kami menambahkan pelarut yang sama dengan volume 16 mL dan 2 mL, ketika pelarut sudah habis turun sampelnya sudah mulai turun sedikit. Kemudian kami menambah pelarut yang sama dengan volume 16 mL dan 2 mL, ketika pelarut sudah habis sampelnya sudah turun hampir mencapai setengah dari kolom. Pada penambahan pelarut sama yang terakhir dengan perbandingan berbeda 15 : 5 volumenya 15 mL dan 5 m, ketika pelarut sudah habis turun dan sampelnya turun sedikit lagi namun belum sampai meneteskan warna yang berbeda karena sampelnya belum sampai bawah. Total pelarut yang dihasilakn 5 botol kaca penuh pada setiap botol.
(B) bayam, pelarut yang digunakan n-heksana dan etil asetat dengan perbandingan 1 : 2 dengan volume 5 mL dan 10 mL. Pada percobaan ini sampelnya turun, botol pertama dihasilkan larutan warna bening, botol kedua dihasilkan larutan warna hijau, dan botol ketiga dihasilkan larutan warna hijau pudar dan pada botol ke empat dan kelima dihasilkan warna bening. Botol kaca terisi 5 namun hanya terisi setengahnya (tidak penuh) pada setiap botol pada setiap botol.
(C) nanas, pelarut yang digunakan kloroform dan metanol dengan perbandingan 3 : 1 volumenya 3 mL dan 1 mL, pada percobaan ini sampelnya turun, botol pertama dihasilakn warna bening, botol keduan dihasilakn kuning (disini silikanya pecah sehingga sampel nanasnya turun dan dihasilkan warna kuning), dan pada botol ketiga dihasilkan warna bening. Pada sampel ini 3 botol kaca yang terisi setengah (tidak penuh) pada setiap botol.
(D) bunga kertas, pelarut yang digunakan Kloroform dan kami tidak mengukur volume kloroform yang digunkan, pelarut sudah menetes dan kami melihat bahwa sampelnya sudah mulai turun, botol pertama warnanya bening, botol kedua bening tapi berbinyak dan kami melihat silika sudah mulai turun ke silika gelnya, botol ketiga agak keruh, dan botol keempat dan kelima warnanya bening. Pada sampel ini dihasilkan 5 botol kaca namun setiap botol terisi setengahnya (tidak penuh) pada setiap botol.
(E) semangka, pelarut yang digunakan n-heksana dan etil aseta dengan perbandingan 3 : 2 disini kami tidak mengukur volume pelarut yang kami gunakan, pada percobaan ini sampelnya turun, botol pertama dihasilkan larutan bening (sampel mulai turun), botol kedua dihasilkan warna kuning pudar, dan botol yang ketiga dihasilkan bening kembali. Pada sampel ini 3 botol kaca yang terisi tetapi hanya setengahnya (tidak penuh) pada setiap botol.
(F) wortel, pelarut yang digunkan n-heksana dan etil asetat dengan perbandingan 3 : 2 disini kami tidak mengukur volume pelarut yang kami gunakan. Pada percobaan ini pelarutnya turun, botol pertama masih bening dan ketika kami lihat ke kolom sampel sudah mulai turun, botol kedua warnanya kuning cerah, dan botol ketiga bening lagi. Pada sampel ini botol kaca yang digunakan 2 namun hanya terisi setengahnya (bukan penuh) pada setiap botol.
(G) pepaya, pelarut yang digunakan n-heksana dan etil asetat dengan perbandingan 3 : 2, disini kami tidak mengukur volume Yang kami gunakan kami menggunakannya hingga sampel turun, pada botol pertama dihasilkan berwarna bening, botol kedua kuning, botol ketiga bening. Pada sampel ini botol kaca yang digunakan 3 namun hanya terisi setengahnya (tidak penuh) pada setiap botol.
(H) kentang, pelarut yag digunakan kloroform dan metanol dengan perbandingan 3 : 1 yang volumenya 15 mL dan 5 mL, pada percobaan ini sampelnya turun, botol pertama dihasilkan berwarna bening, botol kedua dihasilkan berwarna kuning keruh, dan pada botol ketiga dan keempat berwarna bening lagi. Pada sampel botol kaca yang digunakan 4 dengan setiap botolnya hanya terisi setengah ( tidak penuh).
(I) Tomat, pelarut yang digunakan n-heksana dan etil asetat dengan perbandingan 3 : 1, pada percobaan ini sampelnya turun, ketika ditetesin pada botol pertama warnanya bening, pada botol kedua warnanya kemerahan, pada botol ketiga bening lagi. Pada sampel ini botol kaca yang digunakan 3 yang setiap botolnya hanya terisi setengah (tidak penuh).
(J) bunga sepatu, pelarut yang digunakan n-heksana dan etil asetat dengan perbandingan 3 : 1, pada percobaan ini sampelnya turun, ketika botol pertama ditetesin warnanya bening dan pada botol kedua dan ketiga keruh. Pada sampel ini botol kaca yang digunakan ada 3 yang setiap botonya hanya terisi setengah (tidak penuh).
    Pada percobaan ini dapat kita lihat penggunaan pelarutnya berbeda-beda, hal ini dilihat pada jarak yang ditempuh sampel saat percobaan TLC. Semakin jauh jarak yang ditempuh sampel atau sampelnya tergolong polar maka digunakan pelarut n-heksana dan etil asetat, pada sampel yang jaraknya hanya sedikit atau disebut senyawa semi polar maka digunakna pelarut kloroform dan metanol sedangkan jika sampel tidak bergerak sama sekali atau senyawa non polar digunakan pelarut kloroform saja.
     Setelah hasil botol kaca dari kromatografi kolom setiap sampel sudah didapatkan maka  kami memberikan tanda pada setiap botol yang mana botol pertama dan seterusnya, kemudian ditutup setiap botol kaca dengan alumunium foil dan diberikan lubang dengan menggunakan jarum pentul, setelah semua botol sudah diberikan lubang maka didiamkannya beberapa hari.
    Setelah beberapa hari didiamkan pada setiap botol kacanya tidak terdapat apapun lagi dikarenakan pelarut yang digunakan mudah menguap sehingga larutan yang dihasilkan tersebut menguap, yang dilakukan pada setiap isi botol tersebut yaitu percobaan TLC dari hasil kromatografi kolom tersebut. Kemudian kami menambahkan pelarut 1 tetes pada setiap botol untuk mengambil sampel dan menotolnya ke plat TLC. Pelarut yang digunakan tersebut sama pada setiap sampel yaitu metanol. Pada plat TLC tersebut ditotolkan dari hasil botol kaca setiap sampel dan ditambahkan 1 totolan krut (sampel murni yang bukang hasil kromatografi kolom), totolan diurutkan dari krut, botol 1, botol 2 dan seterusnya dan diberikan tanda. Pada eluen yang didalam chamber kami menggunakannya berbeda-beda dan disesuaikan dengan pelarut kromatografi yang digunakan sebelumnya, jika pelarut yang digunakan pada sampel pada percobaan kromatografi kolom sebelumnya n-heksana dan etil aseta maka dipercobaan TLC ini juga digunakan eluen yang sama dengan perbandingannya 3:2 dan jika pelarut yang digunakan kloroform dan metanol dan pada TLC ini eluennya juga sama dengan perbandingan 3 : 1 dan jika pelarut yang digunakan kloroform saja maka pada TLC ini diganti dengan metanol 100%. Setelah dilakukan percobaan TLC pada setiap sampelnya, dan hasilnya sebagai berikut:
(A) Buah naga, yang bergerak hanya krut saja
(B)  Bayam, tidak ada yang bergerak namun warna pada totolan botol 1, 2 dan 3 ada yaitu warna krem.
(C)  Nanas, tidak ada yang bergerak dan tidak ada yang berwarna.
(D) Bunga kertas, krut bergerak dan warna sebanyak garisnya krem namun ditengah garis berwarna ungu.
(E)  Semangka, krut naik dan warnanya kuning.
(F)   Wortel, hanya krut yang bergerak dan warnanya kuning, pada botol 1 dan3 warna pada totolan krem.
(G) Pepaya, krut bergerak dengan warna orange pudar, botol 1 dan 4 tidak bergerak tetapi warna ditotolan krem, botol 2 dan 3 bergerak dan warnanya krem pudar.
(H) Kentang,  tidak ada yang bergerak dan warna totolan krut warna abu-abu.
(I)    Tomat, tidak ada yang bergerak dan warna totolan botol 3 abu-abu.
(J)    Bunga sepatu, tidak ada yang bergerak dan warna totolan krut krem pudar.


X. KESIMPULAN
     Adapun kesimpulan dari percobaan ini ialah:
1.      Pada kromatografi kolom dilakukan menggunakan fasa diam dan gerak, fasa diam yang dipakai tidak boleh larut dalam fasa geraknya, percobaan ini menggunakan suatu kolom yang diisi dengan fase diam dan ditambahkan fasa gerak, ditampung setiap tetesan dan dipisahkan lalu diidentifikasi. Pada kromatografi lapis tipis (TLC) dilihat dari cepat/jauhnya bergerak noda diatas plat TLC.
2.      Pada percobaan TLC dengan sampel yang berbeda-beda dan eluen pada setiap sampel digunakan sama, maka dihasilkan nilai Rf yang berbeda. Pada sampel buah naga (3,9), bayam (0,3), nanas (3,8), bunga kertas (2,5), semangka (3,7), wortel (3,9), pepaya (3,8), kentang (0), tomat (4,1), bunga sepatu (4).
3.      Pelarut yang digunakan pada percobaan kromatografi kolom berbeda-beda dan dasar perbedaan pelarut yang digunakan dilihat dari hasil TLC setiap sampel, jika sampel berberak jauh maka pelarut yang digunakn n-heksana dan etil aseta, jika sampel bergerak hingga setengah plat saja maka pelarut yang digunakan kloroform dan metanol, dan jika sampelnya tidak bergerak maka pelarut yang digunakan kloroform saja.  

XI. PERTANYAAN
Jawablah pertanyaan dibawah ini setelah menyimak penjelasan hasil percobaan yang telah dilakukan:
1.      Mengapa pada setiap sampel yang digunakan pada percobaan TLC geraknya berbeda-beda jauhnya atau jarak yang ditempuh noda berbeda?
2.      Pada akhir percobaan kromatografi kolom botol kaca dan isinya yang dihasil didiamkan beberapa hari, apakah yang terjadi setelah didiamkan tersebut dan langkah apa yang dilakukan setelah botol kaca itu didiamkan beberapa hari?
3.      Apakah yang mendasari perbedaan jenis pelarut yang digunakan pada kromatografi kolom?


Soebagio, dkk. 2000. Kimia Analitik II. Malang : Universitas Negeri Malang

Sudjadi. 1986. Metose pemisahan. Yogyakarta :UGM-press

Tim Kimia Organik I. 2016. Penuntun Praktikum Kimia Organik I. Jambi : Universitas Jambi

Wahyuni, A. Hardjono dan P.H. Yamrewey. 2004. Ekstraksi Kurkumin dari Kunyit. Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Kimia dan Proses


LAMPIRAN
Sampel yang digunakan

Proses percobaan kromatografi lapis tispis

 Pembuatan fase diam untuk kromatografi kolom

 Percobaan kromatografi kolom

Penyinaran untuk melihat noda pada percobaan TLC dari hasil kromatografi kolom


Komentar

  1. Niken (033) akan menjawab nomor 3 yaitu Pada kromatografi kolom pelarut yang digunakan berbeda-beda dan penggunaan pelarut itu dilihat dari percobaan TLC dari jarak noda setiap sampelnya. Jika jarak nodanya jauh maka pelarutnya yang diguanakn n-heksana dan etil asetat dan jika jaraknya setengah plat TLC pelarut yang digunakan kloroform dan metanol dan jika nodanya tak bergerak pelarutnya yang digunakan kloroform

    BalasHapus
  2. Saya Tria Pradina Loke (075) akan menjawab pertanyaan no.2. setelah botol kaca tersebut didiamkan isinya habis dikarenakan pelarut yang digunakan mudah menguap. langkah selanjutnya ditambahkan 1 tetes metanol ke setiap botol kosong tersebut kemudian dilakukan TLC

    BalasHapus
  3. Saya Ratna Kartika Sari (011) akan emnjawab pertanyaan no 1. Pada setiap sampel jarak nodanya berbeda dikarenakan perbedaan kepolarannya. Semakin polar sampel tersebut maka semakin jauh jaraknya. Pada sampel yang digunakan ada juga yang tidak bergerak yaitu sampel kentang hal itu dikarenakan sampelnya non polar.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Keragaman dan Keunikan Struktur Kimia Steroid

Steroid Steroid adalah senyawa  bahan alam yang memiliki 17 atom karbon yang membentuk tiga cincin sikloheksana dan satu cincin siklopentana  dengan struktur dasarnya yang dibentuk 1,2-sikloentenoperhidrofenantren. Kerangka dasar dari stereoid ini berbentuk triterpen jasiklik. Struktur stereoid memiliki empat cincin dimana pada cincin A, B dan C-nya terdapat 4 atom karbon dan cincin D-nya terdapat lima atom karbon. Steroid merupakan turunan dari terpena dan skualena. Yang membedakan dari semua jenis steroid terletak pada gugus fungsional yang diikat oleh empat cincin ini dan tahap oksidasi tiap-tiap cincin. Klasifikasi Steroid: Perbedaan antar kelompok dari steroid dapat dilihat dari jenis substituen R1, R2, dan R3 yang mengikat pada kerangka dasar steroid diatas sedangkan perbedaan dari setiap senyawanya diakibatkan dari panjang rantai karbon substituen, gugus fungsi substituen, jumlah dan posisi gugus fungsi oksigen, dan ikatan rangkap pada kerangka dasar serta konf

Jurnal Analisa Kualitatif Unsur-Unsur Zat Organik dan Penentuan Kelarutan

JURNAL PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK I DISUSUN OLEH : SEPRIDA ANJELINA TARIGAN (NIM : A1C117051) DOSEN PENGAMPU: Dr. Drs. SYAMSURIZAL.,M.Si        PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS JAMBI  2019 PERCOBAAN 1 I.      JUDUL : Analisa Kualitatif   Unsur-Unsur Zat Organik dan Penentuan Kelarutan II.   HARI, TANGGAL : Sabtu, 23 Februari 2019 III.              TUJUAN PERCOBAAN :      Pada akhir percobaan ini mahasiswa harus dapat dan memahami mengenai : a.          Prinsip dasar dalam analisa kualitatif dalam kimia organik. b.          Tahapan kerja analisa yang dimulai dengan unsur karbon, hidrogen, belerang nitrogen,           halogen dalam suatu senyawa organik dan penentuan kelas kelarutannya. c.          Mencoba beberapa senyawa unknown un

Jurnal Kalibrasi Termometer dan Penentuan Titik Leleh

JURNAL KALIBRASI TERMOMETER DAN PENENTUAN TITIK LELEH DISUSUN OLEH : SEPRIDA ANJELINA TARIGAN (NIM : A1C117051) DOSEN PENGAMPU : Dr. Drs. SYAMSURIZAL., M.Si PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS JAMBI 2019 PERCOBAAN 2  I.       JUDUL : Kalibrasi Termometer dan Penentuan Titik Leleh II.        HARI,TANGGAL   : Kamis, 28 Februari 2019 III.    TUJUAN PERCOBAAN :                 Pada akhir percobaan ini mahasiswa harus dapat memahami dan terampil dalam:         a.        Prinsip-prinsip dasar dalam penentuan titik leleh senyawa murni.         b.       Melakukan kalibrasi termometer sebelum digunakan untuk penentuan titik leleh suatu             senyawa murni.         c.        Membedakan titik leleh suatu senyawa murni dengan senyawa yang tidak murni.         d.       Melakukan penentuan titik leleh suatu senyawa murni y